MGMP SEJARAH SMA

MGMP SEJARAH SMA
Kegiatan Guru Sejarah SMA se Kab Batang

Selasa, 10 April 2012

Karya Kawe Samudra


Sabtu, 2008 September 20

Patung Ganesha di Batang

KASUS pencurian, perusakan dan perdagangan arca kerap terjadi di berbagai daerah, termasuk Batang. Beberapa kali terjadi penggelapan aset-aset purbakala. Arca Ganesha di Desa Rejosari, kecamatan Tersono jadi sasaran pencurian. Kemudian, arca Ganesha di Desa Silurah, kecamatan Wonotunggal, beberapa kali hendak dicuri, untung bisa digagalkan. Sebagian kepala arca juga dipenggal. Dan bisa jadi, kejahilan serupa di masa-masa mendatang akan terulang lagi.
Fakta di atas merupakan preseden buruk bagi dunia kepurbakalaan, sekaligus cermin rendahnya penghargaan masyarakat terhadap benda-benda cagar budaya.
Upaya pemerintah melindungi aset-aset purbakala lewat perangkat Undang-Undang tampaknya belum cukup ampuh untuk meredam kasus-kasus pencurian. Masyarakat masih menganggap arca-arca peninggalan jaman purba, sama dengan batu-batu biasa yang bisa dijual seenaknya.
Bicara tentang soal pencurian Ganesha, tampaknya terjadi paradoks yang menggelikan. Kita tahu, Ganesha menyimpan nilai filosofi yang mendalam. Dalam sejarahnya, arca ini menyimpan nilai-nilai kearifan dan dibuat sebagai simbol ilmu pengetahuan. Patung Ganesha antara lain digambarkan sedang menyerap otak, dimana otak merupakan sumber kesadaran dan alat penting untuk menyerap ilmu pengetahuan.
Ini merupakan pesan penting, bahwa hanya dengan pengetahuan yang tinggi manusia bisa menjunjung martabatnya. Maka sungguh ironis jika filosofi tersebut diacak-acak sendiri oleh oknum pencuri dan perusak Ganesha. Orang yang mencuri Ganesha sejatinya telah menelanjangi diri-sendiri dengan sikapnya yang bodoh dan kering ilmu pengetahuan.

Wong Ngerti

Orang awam pun bisa menebak bahwa yang suka mencuri arca-arca pasti wong ngerti (berpengalaman). Setidaknya mereka tahu bahwa benda-benda itu laku dijual dan harganya mahal. Tidak cukup hanya itu, mereka pun pasti tahu seluk-beluk perdagangan arca. Mereka juga paham bahwa mencuri dan menjual benda-benda cagar budaya termasuk pelanggaran Undang Undang dan pelakunya (jika tertangkap) bisa dipenjara.
Tengoklah kasus menghebohkan soal pencurian sejumlah arca di Museum Radya Pustaka Solo belum lama ini, ternyata pelakunya justru melibatkan orang dalam (wong ngerti) yang semestinya harus menjaga aset-aset negara tersebut.
Itulah sisi buruk dunia kepurbakalaan kita. Pangkal persoalannya adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan mengapresiasi benda-benda cagar budaya, sehingga muncul upaya-upaya busuk untuk menghilangkan sumber ilmu pengetahuan dengan cara perusakan, pencurian, sampai pemalsuan. Faktor mentalitas nggragas (serakah) jelas sangat berperan di sini. Orang kalau sudah serakah, semua mau ditelan, termasuk patung sekalipun.
Seluruhnya selalu berujung pada soal uang, yang selalu membuat orang ngiler. Budaya materialistis mampu membalikkan logika sehingga mendorong manusia berbuat tidak wajar, bahkan mengingkari pengetahuan yang dimiliki. Ilmu pengetahuan ada kalanya bukannya membuat manusia menjadi bijak, tetapi justru menjadi kian norak.
Dan satu lagi yang mungkin layak diwaspadai, yakni adanya oknum masyarakat yang memang membenci arca karena alasan keyakinan, sehingga merasa “perlu” untuk merusak atau membuang arca-arca itu karena khawatir bisa menggelincirkan masyarakat pada perilaku syirik alias menyekutukan Tuhan. Dan itu adalah dosa besar.
Begitulah cara pandang hitam-putih, tanpa memahami proses peradaban manusia yang terus berubah. Orang-orang dahulu mungkin memuja-muja ruh leluhur lewat perantara arca-arca. Tetapi jaman sekarang paradigmanya sudah berubah. Orang melihat arca karena ingin rekreasi, napak tilas, syukur bisa menimba pengalaman dan pengetahuan baru melalui benda-benda bersejarah.
Memegang sebuah keyakinan memang tidak dilarang, tetapi tidak lantas bersikap radikal ingin menghancurkan arca hanya karena dianggap mengganggu akidah (diberhalakan). Karena secara fisik arca hanyalah batu, sama dengan benda-benda lainnya. Konsep berhala adalah soal penafsiran. Dan semua benda, tidak hanya arca, pada prinsipnya bisa berubah menjadi berhala, tergantung dari sisi mana orang menafsirkannya.*** (Foto dan teks: Kawe Samudra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar